Senin, 10 Juni 2013

Falsifikasi Karl Raimund Popper




TEORI FALSIFIKASI
KARL RAIMUND POPPER
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
mata kuliah filsafat ilmu
Dosen pengampu: Drs. Usman.,Ss

DisusunOleh:
Huda Cholis S
11410027
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011/2012


BAB 1
PENDAHULUAN
Karl Popper hadir untuk mengkritisi dan menentang beberapa gagasan dasar dari lingkaran Wina. Metode Induksi yang diterapkan dalam ilmu pengetahuan mengandung permasalahan yang mengkonfirmir bahwa induksi  tidak luput darik ritik-kritik. Karl Popper adalah salah satu tokoh yang mengkritik konsepsi induksi. Kritik Popper terhadap induktivisme telah membuka perspektif baru bagi ilmu pengetahuan, yang jauh berbeda dari perspektif yang didasarkan pada induktivisme. Popper memperkenalkan apa yang disebutnya falsifikasi. Falsifikasi menjadi alternatif dari induktivisme. Menurut Popper, titik permasalahan sentral dari filsafat ilmu adalah demarkasi antara ungkapan yang ilmiah dan tidak ilmiah. Karena itu, untuk memahami falsifikasi dalam konteks pemikiran Popper perlulah pemahaman tentang ilmu dalam perspektif lingkaran Wina sebab pemikiran Popper pada umumnya merupakan kritik terhadap konsepsi pemikiran lingkaran Wina.
Kritik Popper terhadap epistemologi logis, merupakan pintu masuk kedalam epistemologinya. Adapun beberapa gagasan Popper sehubungan dengan penolakannya terhadap gagasan lingkaran Winaadalah:
  • Popper menentang prinsip demarkasi antara ilmu yang bermakna dan tidak bermakna berdasarkan metode verifikatif induktif. Dia mengusulkan suatu demarkasilain, yaitudemarkasiantarailmu yang ilmiah dan tidak ilmiah berdasarkan tolak ukur pengujian deduktif.
·         Metode verifikasi induktif diganti dengan metode falsifikasi deduktif. Namun tidak seperti Hume yang membuang induksi atau Kant yang mendudukkan induksi pada tataran sintesis apriori, Popper justru meletakkan penalaran induktif pada tataran awal, pra ilmiah dalam rangkah pengujian deduktif









BAB II
PEMBAHASAN
A.            Biografi Karl Raimund Popper
Karl Raimund Popper lahir di Wina pada tanggal 21 Juli 1902 dari keluarga Yahudi Protestan. Ayahnya, Dr. Simon S.C. Popper, seorang pengacara yang meminati filsafat dan masalah sosial. Masa remajanya di kota Wina merupakan masa yang cukup menentukan arah perkembangan pribadi dan intelektualnya. Masa pendidikan dilalui selama periode tahun 1920-an di kota tersebut. Popper memulai pendidikan ilmiah formalnya sebagai murid privat. Bidang-bidang pelajarannya cukup luas, namun Popper lebih memfokuskan perhatiannya pada bidang matematika dan fisika teoretis. Pada tahun 1925, Popper mengikuti kursus lanjutan di Institut Pedagogi, cabang dari Universitas Wina dan pada masa itu pula ia bertemu dengan calon istrinya.
Pada tahun 1928, Popper meraih gelar Doktor dengan judul disertasi : Masalah Psikologi dalam Psikologi Pemikiran. Popper merasa tidak puas dengan disertasinya dan memilih untuk mempelajari bidang epistemologi yang dipusatkan pada pengembangan teori ilmu pengetahuan. Usahanya ini semakin intentif ketika ia berjumpa dengan positivisme logis dari lingkaran Wina. Popper bukan termasuk dalam lingkaran Wina, sebab dia merupakan kritikus paling tajam terhadap gagasan-gagasan lingkaran Wina. Popper yang berdarah Yahudi, harus meninggalkan tempat kelahirannya sebab pada waktu itu Jerman di bawa penguasanya Hitler telah menduduki tempat itu. Popper pindah ke Selandia Baru dan mengajar di Universitas Christchurch. Ia pun tidak menetap di sana, sebab pada tahun1945, ia pindah ke Inggris dan mengajar di London School of Economics
Karl Popper menginggal dunia pada tanggal 17 September 1994 di London Selatan akhibat penyakit jantung. Adapun beberapa karya tulisnya yang terbesar antara lain sebagai berikut: The Poverty of Historicism (1945); The Logic of Scientific Discovery (1959); Conjectures and Refutations: The Growt of  Scientific Knowledge (1963).
B.       Prinsip Falsifikasi Karl R. Popper
Dalam konteks penolakan terhadap induktivisme para pendukung teori falsifikasi menyatakan bahwa setiap penelitian ilmiah dituntun oleh teori tertentu yang mendahuluinya. Karena itu, semua keyakinan bahwa kebenaran teori-teori ilmiah dicapai melalui kepastian hasil observasi, sungguh-sungguh ditolak.Teori merupakan hasil rekayasa intelek manusia yang kreatif dan bebas untuk mengatasi problem-problem yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Teori-teori itu kemudian diuji dengan eksperimen-eksperimen atau observasi-observasi. Terori yang tidak dapat bertahan terhadap suatu eksperimen harus dinyatakan gagal dan digantikan oleh teori spekulatif lain. Itu berarti, ilmu pengetahuan berkembang melalui kesalahan dan kekeliruan, melalui hipotesis dan refutasi.
Menurut teori falsifikasi, ada teori yang dapat dibuktikan salah berdasarkan hasil observasi dan eksperimen. Ilmu pengetahuan tidak lain dari rangkaian hipotesis-hipotesis yang dikemukakan secara tentatif untuk menjelaskan tingkah laku manusia atau kenyataan dalam alam semesta. Tetapi tidak setiap hipotesis dapat begitu saja diklasifikasikan di bawah ilmu pengetahuan. Hipotesis yang layak disebut sebagai teori atau hokum ilmiahharusmemenuhisyarat fundamental berikut: hipotesis itu harus terbuka terhadap kemungkinan falsifikasi. Contoh:
1.                   Tidak pernah turun hujan pada hari-hari Rabu
2.                   Semua substansi akan memuai jika dipanaskan
Pernyataan dapat difalsifikasikan karena dengan suatu observasi kita dapat menunjukkan bahwa pada hari Rabu tertentu ada hujan. Pernyataan pun dapat difalsifikasi karena melalui observasi kita dapat memperlihatkan bahwa ada substansi tertentu tidak memuai jika dipanaskan. Pernyataan berikut ini tidak memenuhi syarat yang dikemukakan oleh Popper dan konsekuensinya tidak dapat difalsifikasikan;
  1. Baik pada hari hujan maupun tidak hujan saya datang
Tidak ada suatu pernyataan observasi yang secara logis dapat menyangkal pernyataan (1).Pernyataan ini benar, bagaimanapun keadaan cuaca. Pernyataan di atas ini tidak dapat difalsifikasikan, sebab semua kemungkinan yang akan terjadi atau diturunkan dari pernyataan di atas, tetap benar.
Falsifikasi merupakan metode yang digunakan oleh Popper untuk menolak gagasan darilingkaran Wina tentang metode verifikasi induktif. Alasan penolakan Popper ini, karena dalam rangkah membedakan ilmu yang bermakna dan tidak bermakna masih menjunjung tinggi induksi. Beberapa kritik yang dikemukakan Popper terhadap prinsip verifikasi: Pertama, prinsip verifikasi tidak pernah mungkin untuk menyatakan kebenaran hukum-hukum umum.
Menurut Popper, hukum-hukum umum dan ilmu pengetahuan tidak pernah dapat diverifikasi. Karena itu, seluruh ilmu pengetahuan alam (yang sebagian besar terdiri dari hukum-hukum umum tidak bermakna, sama seperti metafisika); kedua, sejarah membuktikan bahwa ilmu pengetahuan juga lahir dari pandangan-pandangan metafisis. Karena itu Popper menegaskan bahwa suatu ucapan metafisis bukan saja dapat bermakna tetapi dapat benar juga, walaupun baru menjadi ilmiah setelah diuji; ketiga, untuk menyelidiki bermakna atau tidaknya suatu ucapan atau teori, lebih dulu harus kita mengerti ucapan atau teori itu. Solusi yang diberikan oleh Popper terhadap problem induksi ternyata mengarahkan perhatiannya secara lebih serius kepada problem demarkasi, atau problem batasan tarap pengetahuan yang ilmiah dan pengetahuan yang bukan ilmiah. Untuk itu pada bagain ini, penulis terlebih dahulu mengangkat problem demarkasi ini sebagai titik tolak dari falsifikasi Popper.

C.                 Problem Demarkasi
Problem demarkasi dirumuskan oleh Popper sebagai problem mengena ibagaimana menemukan sebuah kriteria yang bisa membedakan ilmu-ilmu empiris dari matematika, logika  dan sistem-sistem metafisik. Solusi Popper terhadap induksi ternyata membangkitkan cara pandang yang barut erhadap problem awalnya yakni, problem seputar kriteria demarkasi ilmiah yang tepat.
Kriteria verifiabilitas bukanlah suatu kriteria demarkasi ilmu, melainkan sebagai kriteria kemaknaannya. Bermakna tidaknya suatu pernyataan atau hipotesis ilmiah ditentukan oleh corak empiris positifnya. Logika induktif dan prinsip verifiabilitas mengakibatkan pengetahuan yang bukan ilmiah (metafisika) tidak bermakna sama sekali. Kriteria demarkasi dan logika induktif mengakibatkan terjadinya percampurbauran antara metafisika dan ilmu pengetahuan, yang pada gilirannya dapat mengaburkan kedua-duanya. Hal inilah yang membuat Karl Popper menentang gagasan dari lingkaran Wina dan membuat demarkasi lain dengan kriteriafalsifikasi.
D.                Solusi Karl popper tentang Problem Demarkasi

Popper hendak merumuskan sebuah kriteria demarkasi antara ilmu dan non ilmu (metafisika). Kriteria demarkasi yang digunakan oleh Popper adalah kriteria falsifiabilitas (kemampuan dan kemungkinan disalahkan atau disangkal). Setiap pernyataan ilmiah pada dasarnya mengandung kemampuan disangkal, jadi ilmu pengetahuan empiris harus bisa diuji secara deduktif dan terbuka kepada kemungkinan falsifikasi empiris. Contoh:
Akan terjadi atau tidak terjadi hujan di sini esok
Akan terjadi hujan di sini esok
Pernyataan satu tidak bersifat empiris oleh karena tidak dapat disangkal. Sedangkan pernyataan dua bersifat empiris karena dapat disangkal.
Kriteria demarkasi Popper didasarkan pada suatuasi metrilogis antara verifiabilitas dan falsifiabilitas. Pernyataan universal tidak bersumber dari pernyataan tunggal, tetapi sebaliknya bisa bertentangan dengannya. Dengan logika deduktif, maka generalisasi empiris atau pernyataan universal dapat diuji dan disangkal secara empiris, tetapi tidak dapat dibenarkan. Hal ini berarti bahwa hukum-hukum ilmiah pada dasarnya dapat diuji, kendati pun tidak dapat dibenarkan atau dibuktikan secara induktif. Dari hal itu kita juga dapat mengatakan bahwa Popper mencoba membangun sebuah tembok pemisah antara teori ilmiah dan yang non-ilmiah. Di sinilah falsifikasi menjadi identitas yang khas pada Popper dan juga falsifikasi menjadi tali penghubung antara pemikiran Popper dan para pemikir dari aliran Positivisme dan Empirisme.

E.                 Relevansi Teori Popper dalam Kajian Keislaman
Untuk membuat kajian ini lebih hidup, perlulah kiranya kita mempertemukannya dengan realitas kita sehari-hari, dalam hal ini dunia keislaman. Namun perlu disadari sebelumnya bahwa terdapat problem teologis di sini, bukan karena Popper adalah non-Muslim, melainkan karena kajian Popper murni untuk science.
Oleh karena itu, perlulah kiranya kita menegaskan batasan makna kajian keislaman di sini. Bila yang dimaksudkan adalah Tuhan, maka jelaslah kita tidak dapat mengkajinya menggunakan metode falsifikasi Popper karena alasan yang sudah kita bahas pada awal kajian. Bila yang dimaksudkan adalah al-Qur’an, di sini penulis melihat adanya tantangan. Kita ketahui bahwa ada dua kecenderungan dalam kajian al-Qur’an yang menurut Komaruddin Hidayat berasal dari daya al-Qur’am itu sendiri; daya sentrifugal dan sentripetal al-Qur’an. Gerak sentrifugal adalah daya dorong al-Qur’an yang sangat kuat bagi umat Islam (para pengkajinya) untuk melakukan penafsiran dan pengembangan makna atas ayat-ayatnya. Sementara gerak sentripetal adalah daya tarik al-Qur’an bagi para pengkajinya untuk selalu kembali merujuk kepada ayat-ayatnya
Meskipun tidak tersurat secara gamblang, dua daya tersebut mengilustrasikan posisi sentral al-Qur’an dalam kajian al-Qur’an. Beberapa sarjana Muslim telah mencoba mendekati al-Qur’an menggunakan teori-teori ilmiah (tafsir bil ‘ilmy). Hal ini menunjukkan bahwa al-Qur’an juga mengandung ayat-ayat yang berhubungan dengan alam semesta. Lebih jauh, bisa dikatakan bahwa ruang pertarungan antara verifikasi dan falsifikasi terbuka luas di sini. Mungkinkah keduanya bisa dijadikan sebagai salah satu pendekatan dalam tafsir bil ilmy?
Tampaknya lagi-lagi akan ada problem teologis yang harus dihadapi para pengkaji. Namun bila yang dimaksud dengan kajian keislaman adalah pemikiran para sarjana Muslim tentang teks al-Qur’an atau al-Hadits yang berhubungan dengan sains, aplikasi metode falsifikasi Popper ini sangat mungkin dilakukan.
Dengan tanpa melihat objek materiil kajian keislaman yang akan dilakukan, kita bisa melihat semangat keilmuan yang dikandung oleh pemikiran Popper ini, bahwa sebuah teori bukanlah kebenaran. Teori masih membutuhkan pengkajian lebih jauh unytuk menemukan kelemahan-kelemahan di dalamnya untuk kemudian dibangun sebuah penyempurnaan. Sikap dogmatis pada sebuah teori tertentu akan membawa ilmuwan pada kematian ilmu pengetahuan. Sekali lagi, Popper mengatakan bahwa predikat terbaik yang bisa dicapai oleh sebuah teori adalah mendekati kebenaran, bukan kebenaran itu sendiri. Conjecture dan falsification adalah tawaran Popper pada ilmu pengetahuan untuk membebaskan ilmu pengetahuan dari kematian dini.







BAB III
PENUTUP

Bila kita kaji lebih mendalam, benar kiranya bila dinyatakan bahwa verifikasi dan falsifikasi bagaikan dua sisi dari sebuah mata uang. Baik verifikasi ataupun falsifikasi adalah metode yang digunakan untuk menguji sebuah hasil observasi. Dengan prinsip conjecture, verifikasi bisa diterima sejauh ia disikapi sebagai sebuah bahan bagi kajian selanjutnya. Atau dapat dikatakan bahwa verifikasi adalah tahapan menuju falsifikasi.
Popper menyatakan bahwa dirinya masih menunggu sebuah kritik yang sistematis dan jelas berkenaan dengan solusi yang ia tawarkan untuk pemecahan masalah demarkasi dan induksi sejak tahun 1933. Dengan demikian, falsifikasi Popper juga membutuhkan upaya penajaman melalui proses falsifikasi atau metode lain yang lebih baik.
Karl Popper hadir untuk mengkritisi positivisme logis yang dilancarkan oleh lingkaran Wina. Dia mengambil alih apa yang semula dihadapi oleh lingkaran Wina, yakni mempertanyakan demarkasi atau batasan antara ilmu pengetahuan dan non ilmu pengetahuan. Akan tetapi terdapat perbedaan hakiki antara Popper dan lingkaran Wina.Pertama, lingkaran Wina menjunjung tinggi demarkasi positivistis sebagai hasil verifikasi atas dasar induksi. Popper menolak induksi dan menganggapnya sebagai metode yang tidak sah secara logis. Kedua,  Popper memperkenalkan falsifikasi sebagai kriteria demarkasi dan melukiskan evolusi ilmu pengetahuan sebagai suatu seri hipotesis dan refutasi yang bergerak menuju pernyataan-pernyataan tentang kebenaran yang universal. Dengan ini Popper mengakui kemunginan metafisika yang disangkal oleh positivisme lingkaran Wina.


DAFTAR PUSTAKA
 Prasetya T.W. 1993. “AnarkismeDalamIlmuPengetahuan P.K Feyerabend,” dalam Hakikat Pengetahuan Dan Cara KerjaIlmu-Ilmu,dieditoleh R. BambangRudianto. Jakarta: Gramedia, 1993.
 http://leonardoansis.wordpress.com/goresan-pena-sahabatku-yono/goresan-pena-sahabatku-paul-kalkoy/karl-r-popper-dan-falsifikasi
http://katarasakita.blogspot.com/2012/04/falsifikasi-karl-popper.html







Tidak ada komentar:

Posting Komentar