TEORI FALSIFIKASI
KARL RAIMUND POPPER
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
mata kuliah filsafat ilmu
Dosen pengampu: Drs. Usman.,Ss
DisusunOleh:
Huda Cholis S
11410027
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011/2012
BAB 1
PENDAHULUAN
Karl
Popper hadir untuk mengkritisi dan menentang beberapa gagasan dasar dari lingkaran
Wina. Metode Induksi yang diterapkan dalam ilmu pengetahuan mengandung permasalahan yang mengkonfirmir bahwa induksi tidak luput darik ritik-kritik. Karl Popper adalah salah satu tokoh yang mengkritik konsepsi induksi. Kritik Popper terhadap induktivisme telah membuka perspektif baru bagi ilmu pengetahuan, yang jauh berbeda dari perspektif yang didasarkan pada induktivisme. Popper
memperkenalkan apa yang disebutnya falsifikasi. Falsifikasi menjadi alternatif dari induktivisme. Menurut Popper, titik permasalahan sentral dari filsafat ilmu adalah demarkasi antara ungkapan yang ilmiah dan tidak ilmiah. Karena itu, untuk memahami
falsifikasi dalam konteks pemikiran Popper perlulah pemahaman tentang ilmu dalam
perspektif lingkaran Wina sebab pemikiran Popper pada umumnya merupakan kritik terhadap
konsepsi pemikiran lingkaran Wina.
Kritik
Popper terhadap epistemologi logis, merupakan pintu masuk kedalam epistemologinya. Adapun beberapa gagasan Popper sehubungan dengan penolakannya terhadap gagasan lingkaran Winaadalah:
- Popper menentang prinsip demarkasi antara ilmu yang bermakna dan tidak bermakna berdasarkan metode verifikatif induktif. Dia mengusulkan suatu demarkasilain, yaitudemarkasiantarailmu yang ilmiah dan tidak ilmiah berdasarkan tolak ukur pengujian deduktif.
·
Metode verifikasi induktif diganti dengan metode falsifikasi deduktif.
Namun tidak seperti Hume yang membuang induksi atau Kant yang mendudukkan induksi
pada tataran sintesis apriori, Popper justru meletakkan penalaran induktif pada
tataran awal, pra ilmiah dalam rangkah pengujian deduktif
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Karl Raimund Popper
Karl
Raimund Popper lahir di Wina pada tanggal 21 Juli 1902 dari keluarga Yahudi
Protestan. Ayahnya, Dr. Simon S.C. Popper, seorang pengacara yang meminati
filsafat dan masalah sosial. Masa remajanya di kota Wina merupakan masa yang
cukup menentukan arah perkembangan pribadi dan intelektualnya. Masa pendidikan
dilalui selama periode tahun 1920-an di kota tersebut. Popper memulai
pendidikan ilmiah formalnya sebagai murid privat. Bidang-bidang pelajarannya
cukup luas, namun Popper lebih memfokuskan perhatiannya pada bidang matematika
dan fisika teoretis. Pada tahun 1925, Popper mengikuti kursus lanjutan di
Institut Pedagogi, cabang dari Universitas Wina dan pada masa itu pula ia
bertemu dengan calon istrinya.
Pada
tahun 1928, Popper meraih gelar Doktor dengan judul disertasi : Masalah
Psikologi dalam Psikologi Pemikiran. Popper merasa tidak puas dengan
disertasinya dan memilih untuk mempelajari bidang epistemologi yang dipusatkan
pada pengembangan teori ilmu pengetahuan. Usahanya ini semakin intentif ketika
ia berjumpa dengan positivisme logis dari lingkaran Wina. Popper bukan termasuk
dalam lingkaran Wina, sebab dia merupakan kritikus paling tajam terhadap
gagasan-gagasan lingkaran Wina. Popper yang berdarah Yahudi, harus meninggalkan
tempat kelahirannya sebab pada waktu itu Jerman di bawa penguasanya Hitler
telah menduduki tempat itu. Popper pindah ke Selandia Baru dan mengajar di
Universitas Christchurch. Ia pun tidak menetap di sana, sebab pada tahun1945,
ia pindah ke Inggris dan mengajar di London School of Economics
Karl
Popper menginggal dunia pada tanggal 17 September 1994 di London Selatan
akhibat penyakit jantung. Adapun beberapa karya tulisnya yang terbesar antara
lain sebagai berikut: The Poverty of Historicism (1945); The Logic of Scientific
Discovery (1959); Conjectures and Refutations: The Growt of Scientific
Knowledge (1963).
B.
Prinsip Falsifikasi Karl R. Popper
Dalam
konteks penolakan terhadap induktivisme para pendukung teori falsifikasi menyatakan
bahwa setiap penelitian ilmiah dituntun oleh teori tertentu yang mendahuluinya. Karena itu, semua keyakinan bahwa kebenaran teori-teori ilmiah dicapai melalui kepastian hasil observasi, sungguh-sungguh ditolak.Teori merupakan hasil rekayasa intelek manusia yang kreatif dan bebas untuk mengatasi problem-problem yang
dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Teori-teori itu kemudian diuji dengan eksperimen-eksperimen atau observasi-observasi. Terori yang tidak dapat bertahan terhadap suatu eksperimen harus dinyatakan gagal dan digantikan oleh teori spekulatif lain. Itu berarti, ilmu pengetahuan berkembang melalui kesalahan dan kekeliruan, melalui hipotesis dan refutasi.
Menurut
teori falsifikasi, ada teori yang dapat dibuktikan salah berdasarkan hasil observasi
dan eksperimen. Ilmu pengetahuan tidak lain dari rangkaian hipotesis-hipotesis yang dikemukakan secara tentatif untuk menjelaskan tingkah laku manusia atau kenyataan dalam alam semesta. Tetapi tidak setiap hipotesis
dapat begitu saja diklasifikasikan di bawah ilmu pengetahuan. Hipotesis yang layak disebut sebagai teori atau hokum
ilmiahharusmemenuhisyarat fundamental berikut: hipotesis itu harus terbuka terhadap kemungkinan falsifikasi. Contoh:
1.
Tidak pernah turun hujan
pada hari-hari Rabu
2.
Semua substansi akan memuai
jika dipanaskan
Pernyataan dapat difalsifikasikan karena dengan suatu observasi
kita dapat menunjukkan bahwa pada hari Rabu tertentu ada hujan. Pernyataan pun dapat difalsifikasi karena melalui observasi kita dapat memperlihatkan bahwa ada substansi tertentu tidak memuai jika dipanaskan. Pernyataan berikut ini tidak memenuhi syarat yang dikemukakan oleh Popper dan konsekuensinya tidak dapat difalsifikasikan;
- Baik pada hari hujan maupun tidak hujan saya datang
Tidak ada suatu pernyataan
observasi yang secara logis dapat menyangkal pernyataan (1).Pernyataan ini benar,
bagaimanapun keadaan cuaca. Pernyataan
di atas ini tidak dapat difalsifikasikan, sebab semua kemungkinan yang akan terjadi atau diturunkan dari pernyataan di atas, tetap benar.
Falsifikasi
merupakan metode yang digunakan oleh Popper untuk menolak gagasan darilingkaran
Wina tentang metode verifikasi induktif. Alasan penolakan Popper ini, karena dalam rangkah membedakan ilmu yang bermakna dan tidak bermakna masih menjunjung tinggi induksi. Beberapa kritik yang dikemukakan Popper
terhadap prinsip verifikasi: Pertama, prinsip verifikasi tidak pernah mungkin untuk menyatakan kebenaran hukum-hukum umum.
Menurut
Popper, hukum-hukum umum dan ilmu pengetahuan tidak pernah dapat diverifikasi. Karena itu, seluruh ilmu pengetahuan alam
(yang sebagian besar terdiri dari hukum-hukum umum tidak bermakna, sama seperti
metafisika); kedua, sejarah membuktikan bahwa ilmu pengetahuan juga lahir dari pandangan-pandangan
metafisis. Karena itu Popper menegaskan bahwa suatu ucapan metafisis bukan saja
dapat bermakna tetapi dapat benar juga, walaupun baru menjadi ilmiah setelah diuji;
ketiga, untuk menyelidiki bermakna atau tidaknya suatu ucapan atau teori, lebih
dulu harus kita mengerti ucapan atau teori itu. Solusi yang diberikan oleh
Popper terhadap problem induksi ternyata mengarahkan perhatiannya secara lebih serius
kepada problem demarkasi, atau problem batasan tarap pengetahuan yang ilmiah dan
pengetahuan yang bukan ilmiah. Untuk itu pada bagain ini, penulis terlebih dahulu mengangkat problem demarkasi ini sebagai titik tolak dari falsifikasi Popper.
C.
Problem Demarkasi
Problem demarkasi dirumuskan
oleh Popper sebagai problem mengena ibagaimana menemukan sebuah kriteria yang bisa membedakan ilmu-ilmu empiris
dari matematika, logika dan sistem-sistem metafisik. Solusi Popper terhadap induksi ternyata membangkitkan
cara pandang yang barut erhadap problem awalnya yakni, problem seputar kriteria
demarkasi ilmiah yang tepat.
Kriteria
verifiabilitas bukanlah suatu kriteria demarkasi ilmu, melainkan sebagai kriteria
kemaknaannya. Bermakna tidaknya suatu pernyataan atau hipotesis ilmiah ditentukan oleh corak empiris positifnya. Logika induktif dan prinsip verifiabilitas mengakibatkan pengetahuan yang bukan ilmiah (metafisika) tidak bermakna sama sekali. Kriteria demarkasi dan logika
induktif mengakibatkan terjadinya percampurbauran antara metafisika dan ilmu pengetahuan,
yang pada gilirannya dapat mengaburkan kedua-duanya. Hal inilah yang membuat Karl Popper
menentang gagasan dari lingkaran Wina dan membuat demarkasi lain dengan kriteriafalsifikasi.
D.
Solusi Karl popper tentang Problem Demarkasi
Popper hendak merumuskan sebuah kriteria demarkasi antara ilmu dan non ilmu
(metafisika). Kriteria demarkasi yang digunakan oleh Popper adalah kriteria
falsifiabilitas (kemampuan dan kemungkinan disalahkan atau disangkal). Setiap
pernyataan ilmiah pada dasarnya mengandung kemampuan disangkal, jadi ilmu
pengetahuan empiris harus bisa diuji secara deduktif dan terbuka kepada kemungkinan
falsifikasi empiris. Contoh:
Akan
terjadi atau tidak terjadi hujan di sini esok
Akan terjadi hujan di sini esok
Pernyataan
satu tidak bersifat empiris oleh karena tidak dapat disangkal. Sedangkan pernyataan dua bersifat empiris karena dapat disangkal.
Kriteria
demarkasi Popper didasarkan pada suatuasi metrilogis antara verifiabilitas dan falsifiabilitas. Pernyataan universal tidak bersumber dari pernyataan tunggal, tetapi sebaliknya bisa bertentangan dengannya. Dengan logika deduktif, maka generalisasi empiris atau pernyataan universal dapat diuji dan disangkal secara empiris, tetapi tidak dapat dibenarkan. Hal ini berarti bahwa hukum-hukum ilmiah pada dasarnya dapat diuji, kendati pun tidak dapat dibenarkan atau dibuktikan secara induktif. Dari hal itu kita juga dapat mengatakan bahwa Popper mencoba membangun sebuah tembok pemisah antara teori ilmiah dan yang non-ilmiah. Di sinilah falsifikasi menjadi identitas yang khas pada Popper dan juga falsifikasi menjadi tali penghubung antara pemikiran Popper dan para pemikir dari aliran Positivisme dan Empirisme.
E.
Relevansi Teori Popper dalam Kajian Keislaman
Untuk membuat kajian ini lebih hidup, perlulah kiranya kita
mempertemukannya dengan realitas kita sehari-hari, dalam hal ini dunia
keislaman. Namun perlu disadari sebelumnya bahwa terdapat problem teologis di
sini, bukan karena Popper adalah non-Muslim, melainkan karena kajian Popper
murni untuk science.
Oleh karena itu,
perlulah kiranya kita menegaskan batasan makna kajian keislaman di sini. Bila
yang dimaksudkan adalah Tuhan, maka jelaslah kita tidak dapat mengkajinya
menggunakan metode falsifikasi Popper karena alasan yang sudah kita bahas pada
awal kajian. Bila yang dimaksudkan adalah al-Qur’an, di sini penulis melihat
adanya tantangan. Kita ketahui bahwa ada dua kecenderungan dalam kajian
al-Qur’an yang menurut Komaruddin Hidayat berasal dari daya al-Qur’am itu
sendiri; daya sentrifugal dan sentripetal al-Qur’an. Gerak
sentrifugal adalah daya dorong al-Qur’an yang sangat kuat bagi umat Islam (para
pengkajinya) untuk melakukan penafsiran dan pengembangan makna atas
ayat-ayatnya. Sementara gerak sentripetal adalah daya tarik al-Qur’an bagi para
pengkajinya untuk selalu kembali merujuk kepada ayat-ayatnya
Meskipun tidak tersurat secara gamblang, dua daya
tersebut mengilustrasikan posisi sentral al-Qur’an dalam kajian al-Qur’an.
Beberapa sarjana Muslim telah mencoba mendekati al-Qur’an menggunakan
teori-teori ilmiah (tafsir bil ‘ilmy). Hal ini menunjukkan bahwa
al-Qur’an juga mengandung ayat-ayat yang berhubungan dengan alam semesta. Lebih
jauh, bisa dikatakan bahwa ruang pertarungan antara verifikasi dan falsifikasi
terbuka luas di sini. Mungkinkah keduanya bisa dijadikan sebagai salah satu
pendekatan dalam tafsir bil ilmy?
Tampaknya lagi-lagi akan ada problem teologis yang
harus dihadapi para pengkaji. Namun bila yang dimaksud dengan kajian keislaman
adalah pemikiran para sarjana Muslim tentang teks al-Qur’an atau al-Hadits yang
berhubungan dengan sains, aplikasi metode falsifikasi Popper ini sangat mungkin
dilakukan.
Dengan tanpa melihat objek materiil kajian keislaman
yang akan dilakukan, kita bisa melihat semangat keilmuan yang dikandung oleh
pemikiran Popper ini, bahwa sebuah teori bukanlah kebenaran. Teori masih
membutuhkan pengkajian lebih jauh unytuk menemukan kelemahan-kelemahan di
dalamnya untuk kemudian dibangun sebuah penyempurnaan. Sikap dogmatis pada
sebuah teori tertentu akan membawa ilmuwan pada kematian ilmu pengetahuan.
Sekali lagi, Popper mengatakan bahwa predikat terbaik yang bisa dicapai oleh
sebuah teori adalah mendekati kebenaran, bukan kebenaran itu sendiri. Conjecture
dan falsification adalah tawaran Popper pada ilmu pengetahuan untuk membebaskan
ilmu pengetahuan dari kematian dini.
BAB III
PENUTUP
Bila kita kaji lebih mendalam, benar
kiranya bila dinyatakan bahwa verifikasi dan falsifikasi bagaikan dua sisi dari
sebuah mata uang. Baik verifikasi ataupun falsifikasi adalah metode yang
digunakan untuk menguji sebuah hasil observasi. Dengan prinsip conjecture, verifikasi
bisa diterima sejauh ia disikapi sebagai sebuah bahan bagi kajian selanjutnya.
Atau dapat dikatakan bahwa verifikasi adalah tahapan menuju falsifikasi.
Popper menyatakan bahwa
dirinya masih menunggu sebuah kritik yang sistematis dan jelas berkenaan dengan
solusi yang ia tawarkan untuk pemecahan masalah demarkasi dan induksi sejak
tahun 1933. Dengan demikian, falsifikasi Popper juga membutuhkan upaya
penajaman melalui proses falsifikasi atau metode lain yang lebih baik.
Karl
Popper hadir untuk mengkritisi positivisme logis yang dilancarkan oleh lingkaran
Wina. Dia mengambil alih apa yang semula dihadapi oleh lingkaran Wina, yakni mempertanyakan demarkasi atau batasan antara ilmu pengetahuan dan non ilmu pengetahuan. Akan tetapi terdapat
perbedaan hakiki antara Popper dan lingkaran Wina.Pertama, lingkaran Wina menjunjung
tinggi demarkasi positivistis sebagai hasil verifikasi atas dasar induksi. Popper menolak induksi dan menganggapnya sebagai metode yang tidak sah secara logis. Kedua, Popper memperkenalkan falsifikasi sebagai kriteria demarkasi dan melukiskan evolusi ilmu pengetahuan sebagai suatu seri hipotesis dan refutasi yang bergerak menuju pernyataan-pernyataan tentang kebenaran yang universal. Dengan ini Popper mengakui kemunginan metafisika yang disangkal oleh positivisme lingkaran Wina.
DAFTAR PUSTAKA
Prasetya T.W. 1993. “AnarkismeDalamIlmuPengetahuan P.K Feyerabend,” dalam Hakikat Pengetahuan Dan Cara KerjaIlmu-Ilmu,dieditoleh R. BambangRudianto. Jakarta: Gramedia, 1993.
http://leonardoansis.wordpress.com/goresan-pena-sahabatku-yono/goresan-pena-sahabatku-paul-kalkoy/karl-r-popper-dan-falsifikasi
http://katarasakita.blogspot.com/2012/04/falsifikasi-karl-popper.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar